Sepenggal kisah menarik hadir dari salah seorang peserta World Prayer Assembly (WPA) 2012, Ordwin Schweitzer, pria Jerman yang saat ini tinggal di Stutgart. Indonesia bukanlah negara asing bagi Ordwin. Ya, ia lahir di Indonesia tepatnya di Banjarmasin 75 tahun yang lalu. Keluarganya meninggalkan Indonesia tahun 1941 dan sejak saat itu Ordwin belum pernah kembali ke Indonesia.
Ordwin berkisah bahwa Ayahnya adalah seorang misionaris Jerman yang melayani suku Dayak sejak tahun 1935. Ayahnya merupakan utusan misionaris dari pelayanan Bale Mission.
Di tahun 1940 ketika pecah perang antara Jerman dan Belanda, ayahnya dipanggil pulang untuk mengikuti wajib militer. Oleh pemerintah Jerman, Ayahnya dikirim ke Kolombo. 10 Mei 1940, ayahnya tewas dalam peperangan ketika pesawat yang dinaikinya jatuh ditembak Jepang.
Ordwin dan ibunya kala itu tinggal di sebuah penginapan di Batu, Malang, Jawa Timur. Kondisinya sangat tidak menguntungkan bagi mereka. Kebencian terhadap orang Jerman begitu terasa karena mereka tinggal di negeri jajahan Belanda.
Ordwin kecil yang terkena cacar membuat mereka diusir dari penginapan. Namun saat itu seorang pastor Belanda dan istrinya mengajak mereka untuk tinggal bersama. Ordwin dan ibunya akhirnya selamat sampai mereka pulang ke Jerman.
Hidup tanpa ayah sejak kecil bukanlah hidup yang mudah untuk dijalani Ordwin. Namun ibunya terus-menerus menceritakan kisah-kisah ini yang membuat Ordwin tidak membenci orang Belanda dan mereka yang dianggap telah membunuh ayahnya.
"Kerajaan Allah lebih dari segalanya. Mengatasi segala kebencian yang saya rasakan," ungkap Ordwin kepada Jawaban.Com.
Ordwin mengaku ia masih dapat mengingat beberapa kata-kata dalam bahasa Indonesia, seperti "terima kasih" dan "Indonesia tanah airku". Sang ibu diakuinya fasih berbahasa Indonesia dan bahasa suku Dayak.
"Saya datang ke Indonesia untuk melihat-lihat Jakarta. Sudah begitu banyak yang berubah. Indonesia tanah airku," tutup Ordwin.
Welcome home, Ordwin.
Baca Juga: